Monday, 2 May 2016

Tadahan Air Hujan



Ketika kecil aku suka sekali menadah air hujan dengan tangan. Membiarkan jari-jariku basah. Sambil menghirup udaranya. Ini berawal dari seringnya ku lihat kak Flo yang melakukannya. Akhirnya kami sering menadah air hujan bersama.
"Kalau setiap tetes air hujan yang berhasil kita tadah bisa mengabulkan doa, maka doa apa yang akan Ida panjatkan?" tanya kak Flo padaku.
Saat itu aku berumur tujuh tahun. Mendengar pertanyaan itu, aku diam sejenak mencari jawaban. Sambil tersenyum sumringah aku menjawab."Ida akan minta uang yang banyak, untuk beli boneka" sambil membentangkan tangan selebar-lebarnya dan kak Flo hanya tersenyum mendengar  jawaban polosku. Dan kami kembali asik menadah air hujan dari teras rumah.
Kami hanya dua bersaudara. Kak Flo anak pertama dan aku si bungsu. Perbedaan aku dan kak Flo sepuluh tahun. Kak Flo sangat memahamiku, kami tumbuh dengan akrab. Kak Flo kebanggaan ayah dan ibu. Ketika sekolah mendapat juara umum sudah menjadi hal biasa baginya. Saat kuliah kak Flo mendapat beasiswa pintar, sampai dia menyelesaikan S2. Sekarang kak Flo menjadi dosen di Universitas Sriwijaya Palembang, semuanya seolah gampang saja diraihnya. Tak sedikit orang-orang cemburu dengan kesuksesaan yang dia miliki. Tapi ada yang mereka tidak ketehaui tentang kak Flo.
***
Kak Flo mengehela napas panjang, duduk terdiam di dalam kamar, sambil menatap dinginnya lantai. Aku tidak tahu apa yang sedang di pikirkannya. Mungkin menerawang jauh kedepan, atau mungkin mengingat masa lalunya. Entahlah aku tidak bisa menebaknya. Ku hanya mencoba menerka-nerka mungkin hatinya tergores oleh kejadian tadi pagi. Tentang beberapa pertanyaan yang tanpa mereka sadari sudah membuka luka. Dia coba untuk mengabaikan semuanya, tapi tampaknya kali ini luka itu tidak bisa lagi dia acuhkan. Sepertinya dia sedang berpikir apa yang akan dilakukan untuk kedepan nanti. Apakah mengikuti pertanyaan mereka? atau malah pura-pura tidak tahu lagi seperti yang selama ini dilakukannya. Rasanya ingin ku menghampirinya, tapi tidak jadi kulakukan. Biarkanlah dia mengambil keputusan sendiri. Ketika langkah kakiku akan pergi dari depan pintu kamar, suaranya menghentikanku.
“Mereka tidak mengerti semua yang terjadi” katanya sambil terisak. Menahan tangis. Sadar akan adanya diriku yang dari tadi memperhatikan. Kakiku berjalan menujunya.
“Iya tidak apa-apa, seiring waktu akan datang masanya” kataku sambil memeluk kak Flo untuk menenangkan hatinya.
Teringat lagi malam itu Kak Flo bercerita tentang masa kecilnya. Kenangan gelap yang tidak pernah aku tahu karena aku belum lahir. Dia bercerita tentang teraumanya, melihat keadaan orang tua kami. Emosi mereka sering meledak-ledak. Hanya karena masalah sepeleh yang kadang biasa dilakukan oleh anak kecil. Hampir tiap hari kak Flo harus melihat ibu dan ayah bertengkar, saling memukuli dan mencaci maki. Kejadian itu terus menghantuinya membuat rasa takut untuk menikah.
Ku bayangi betapa perihnya kak Flo dulu, andai bisa aku menggantikan posisinya. Mungkin sekarang dia tidak akan menyimpan luka. Kak Flo selalu memfokuskan diri pada akademiknya. Dia terbiasa mengerjakan tugas sekolah sendiri. Dia takut jika harus di bentak oleh ayah dan ibu. Selalu merasa nyaman didalam kamar dengan hanya berkutat dengan semua buku yang ia pelajari. Terbiasa dengan menutup telinga dan menangis sendirian di dalam kamar.
Sampai sekarang usianya menginjak angka 30 tahun, dia masih mengingat orang tua kami dulu yang saling membenci.  Walau tidak ada perceraian di antara mereka. Hingga sekarang masih bersama, tapi satu hal yang tidak pernah mereka tahu. Kak Flo tidak pernah melupakan masa itu. Masa kelam yang dia pernah di tunjuk dengan pisau di depan mata. Meja pernah di banting hampir ke tubuhnya karena amarah ayah. Malam-malam yang seharusnya tidur nyenyak, tapi harus berlari keluar rumah karena semua barang hancur di banting ibu dan ayah. Kak Flo menangis. Tapi ayah dan ibu tidak peduli. Mereka sibuk saling membentak satu sama lain. Tetangga juga tidak berani ikut campur urusan keluarga. Akhirnya kak Flo menangis sendiri.
Saat jam pulang sekolah kak Flo pelan-pelan pulang kerumah berharap tidak ada kekacauan, tapi hari itu ibu memberikan cabai kemulutnya. Melampiaskan kemarahan karena baru saja bertengkar dengan ayah. Padahal dia hanya  anak kecil yang merengek kelaparan ingin makan nasi, tapi kak Flo kecil tidak mengerti bahwa kondisi ibu sedang tidak baik. Karena ayah yang di fitnah selingkuh dengan wanita lain. Kak Flo menangis terus menjerit kepedasan. Dengan iba ibu membersihkan mulutnya, tapi setelah itu ibu pergi ke kamar menangis. Kak Flo terus menangis menahan pedas yang masih terasa. Dia menghadapi itu sendirian lagi. Menangis sendirian lagi. Di kamar lagi.
Ketika lagi makan bersama. Kak Flo kecil tidak mengerti apa yang ayah dan ibu bincangkan, tiba-tiba ayah marah dan menarik taplak meja sehingga membuat semua makanan jatuh ke lantai. Kak Flo kecil menangis takut melihat semua itu. Tapi ibu berlari mengurung diri di kamar, dan ayah keluar rumah dengan motornya. Kak Flo menangis lagi. Tidak ada yang menghiburnya.  sendirian lagi. Tidak mengerti lagi. Mengurung diri di kamar lagi. Sampai rasa takut terus datang. Dia hanya akan keluar kamar jika di perlukan. Untuk ukuran anak di bawah umur 10 tahun. Kak Flo tumbuh dengan rasa takut dan sakit yang terus tertanam.
 Aku menangis membayangi dia bertahan. Serangan psikologis yang diterimanya membuat aku mendengar ceritanya juga terluka. Aku protes dalam diam. Masa kecil itu harusnya di isi dengan cerita manjanya bersama ayah dan ibu. Kenangan yang di penuhi kasih sayang dari ibu. Merasakan hangatnya penjagaan dari seorang ayah. Perhatian yang terbentuk hasil dari buah cinta mereka. Harusnya dia di ajarkan caranya mengerjakan tugas. Di antar jemput sekolah. Di peluk hangat saat menangis karena ketakutan. Dan 10 tahun dari masa kecilnya. Hanya Luka-luka itu yang diingatannya. Rasa sakit itu masih terus membekas.
Walau pada akhirnya itu semua hanya lah emosi sesaat kedua orangtua ku saja, karena menurut mereka bahwa mereka masih labil, dan  belum punya banyak bekal untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Tapi mereka tidak sadar bahwa luka itu mempengaruhi masa depan anaknya. Sesaat setelah aku lahir, ibu dan ayah menjadi dewasa tidak ada lagi kata labil di rumah tangga mereka, tidak ada lagi pernikahan muda bagi mereka, belajar dari kesalahan yang lalu membuat mereka membesarkan aku dengan penuh cinta.
Tidak jarang ibu bertanya pada kak Flo kenapa tidak pernah membawa teman laki-laki kerumah?”dan berbagai alasanpun di utarakannya. Perih rasanya ketika banyak yang bertanya padanya "Kapan akan menikah?”  “Kapan akan ngundang?” pertanyaan yang selalu membuat dia menghindar dari acara keluarga besar.
***
Hari itu aku pulang kuliah. setelah mengucapkan salam aku berjalan menuju kamar. Ketika ku buka pintu kamar ku lihat ada ibu disana, ku hampiri untuk mencium tangannya, tapi ada yang berbeda di sana. Terlihat mata ibu sembab seperti habis menangis, hidung dan wajahnya merah, begitu terlihat kusutnya dia hari itu.
”Ada apa bu?”tanyaku. Ibu pun memberikan buku berwarna biru muda padaku. Tidak tahu buku apa itu, buku tebal dengan tinta hitam di dalamnya. Kuraih buku itu dengan rasa penasaran. Kubuka lembar pertama, terlihat gambar seorang perempuan kecil yang sedang ditunjuk-tunjuk dengan pisau. Lembar kedua gambar perempuan kecil yang ketakutan, bersembunyi dibawah kasur, karena pertengkaran kedua orang tua yang saling membanting isi rumah. Lembar ketiga gambar perempuan kecil yang menangis sendiri di kamar, sambil memeluk kedua kaki nya. Ada banyak gambar perempuan kecil yang tersakiti di sana, dan di lembar-lembar terakhir bertuliskan :
"Kenapa aku harus merasakan kekejaman itu semua?. Dibesarkan dengan hari-hari yang menakutkan. Setiap hari bertanya pada bayangan sendiri, hal apa lagi yang akan terjadi selanjutnya?. Aku tidak ingin membangun rumah tangga, karena hanya akan saling menyakiti, dan tidak ada yang boleh merasakan betapa menyeramkannya menjadi anak pertama. Kehidupan keras orang tua saling membenci satu sama lain, seakan menjadi bahan percobaan mereka, bereksperimen membentuk keluarga yang isinya hanya keegoisan semata'.
Bisa ku sadari buku biru muda itu adalah milik kak Flo. Dia menggambarkan masa kecilnya di sana, dan kini ibu yang duduk di sampingku sedang menangis terisak. Ku peluk erat ibu. Sambil menangis dia berkata lirih "Kenapa harus luka itu yang dia ingat? Bukankah banyak kisah bahagia yang kita lalui juga?" Tanya ibu pada ku seolah meminta pembelaan. Tapi bagiku ini lah saat yang tepat untuk ku membantu kak Flo.
”Karena  bagi kak Flo itu sangat menyakitkan bu. Kita harus membawa kak Flo ke psikiater. Dia harus segera disembuhkan"  ucapku pada ibu yang terlihat semakin terluka dengan jawabanku. Kupandu ibu untuk duduk di kasur, tapi dia malah berdiri dan berlalu pergi sendiri menuju kamarnya. Sambil menangis mengingat kejadian dulu di 10 tahun awal pernikahannya.
Ibu mengurung diri di kamar dan belum keluar dari sana, melihat ibu yang sangat tercabik begitu diam-diam aku juga menangis di kamar. Membayangkan ibu yang sedang memukuli dirinya, mungkin sedang mengutuk masa lalunya, atau juga sedang mencaci pada bayangannya. Malam yang hening ada banyak doa yang ku utarakan.
Pagi harinya kulangkahkan kaki pergi kekampus. Harapan demi harapan kubangun di sana. Hari yang sudah menunggu untuk ku isi terbentang indah. Dengan penuh bahagia aku bercanda pada matahari, bahwa kami akan segera berdamai dengan kenangan hitam dan tangisan. sambil mengingat semalam sebelum aku tidur ibu bicara berdua denganku. Mengatakan bahwa besok pagi dia akan menemani kak Flo ke psikiater, untuk menghilangkan teraumanya di masa lalu.
Sangat bahagia aku pagi itu, kulantunkan senandung lagu lembut bermainkan nada yang indah, dengan berbagai bahasa kupajangkan nadanya agar semua orang tahu. 'Ya dia kak Floku, setelah ayah dan ibu, kak Flo yang selalu ada untukku. Cuma dia yang tahu saat sekelilingku tak ada yang mampu membaca tangisku. Dia membimbingku ketika kecerobohanku tak bisa terelakkan. Ya dia kak Floku, yang selalu memikirkan orang lain, hanya tahu cara membahagiakan orang lain tapi tidak tahu cara membahagiakan diri sendiri. Ya dia kak Floku yang bersahabat dengan ketakutan tapi sebentar lagi akan segera tergantikan oleh hangatnya matahari.'
***
Hari terus berganti, ratusan sinar bulan melewati bumi, benih-benih baru, kini telah mekar berbunga menghiasi taman yang ada di dalam mimpi. Terdengar dari luar semua orang sibuk dengan tugasnya. Tidak hanya sanak saudara dari keluarga ayah dan ibu saja, bahkan tetangga sekitar rumah pun ikut membantu menyiapkan hari ini. Berbagai santapan di dapur sudah siap untuk di hidangkan. Denah rumah pun sudah di pajang di persimpangan jalan untuk mempermudah mereka yang akan datang. Kedua orang tua ku sedang dirias untuk mengisi detik-detik sejarah bagi dua insan yang dipertemukan olehNya. Tiba-tiba dari samping terdengar suara yang sangat ku kenal.
"Dik.. Hari ni kamu cantik sekali" ucap kak Flo sambil tersenyum. Melihat aku yang tak biasa dirias. Mungkin juga karena dia tahu betapa gugupnya aku, karena sebentar lagi akad nikahku akan segera terlaksana. Ada rasa sedih di relung hati ini, masih kuingat percakapanku dengan kak Flo satu bulan yang lalu sebelum Yunus melamarku ke rumah. Aku bertanya padanya bagaimana jika aku menikah di usia 25 tahun ini. Sebelumnya sudah kujelaskan karakter Yunus padanya. Dengan mencari waktu yang tepat aku memberanikan diri bertanya padanya.
            Hening menanggapi. Suara detik jam terdengar jelas di telinga ini. Suasana sepi yang hadir seolah kami tinggal di kota yang tidak berpenghuni. Sedangkan aku mematung disampingnya. Lama kak Flo tidak memberikan jawaban padaku, mungkin dia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini atau mungkin dia tidak ingin menjawab pertanyaanku. Pertanyaan yang tidak pernah ingin dia bahas.
"Jika Ida sudah siap. Kakak mendukung" jawabnya memecahkan suasana dingin antara aku dan dia saat itu. Seperti biasa kak Flo selalu memberikan jawaban yang aku inginkan. Memilah kata agar aku tidak pernah terluka oleh ucapannya.
Teringat jelas di ingatanku, 5 tahun lalu ketika ibu bilang akan membawa kak Flo ke psikiater untuk menghilangkan rasa traumanya. Keesokan harinya mereka memang benar pergi. Sudah terjadwalkan kak Flo setiap selasa dan kamis melakukan pengobatan dan terapi. Aku dan ibu bergantian menemani kak Flo, hari kamis  jadwalku kosong sehingga setiap kamis dia bersamaku untuk menemui Dr. Sarah di tempat psikiater. Tapi 5 tahun sudah, kenapa tidak ada perubahan, dan kak Flo seperti biasa tidak tertarik dengan pernikahan. Kutanyakan itu pada Dr.Sarah.
"tidak mudah. Karena dari dalam dirinya sendiri tidak ingin mengubah itu. Dia tidak tertarik dengan cerita-cerita bahagia rumah tangga, dia menganggap itu semua palsu dan yang nyata hanyalah masa lalunya. Masa lalu yang dia rasakan sendiri bagaimana sakitnya, perihnya, dan terlukanya dia. Kita harus tetap berusaha lagi. Untuk selanjutnya kita akan menunjukkan padanya bahwa tidak semua anak pertama itu disiksa, tapi ada banyak anak pertama yang bersyukur karena terlahir sebagai yang pertama" jawab Dr. Sarah padaku.
Selama 5 tahun menemani kak Flo ke psikiater, ada banyak hal yang aku temui di sana. Awalnya aku bertemu dengan seorang wanita yang secara medis baik-baik saja, tidak ada cacat sedikitpun. Tapi nyatanya dia tidak bisa berjalan, ternyata bukan fisiknya yang sakit tapi psikologinya. Setelah dicari tahu karena dia membenci orang tuanya yang protektif  padanya. Semua kehidupannya diatur, mulai dari urusan pribadi hingga pertemanan juga diatur. Menjadi gadis pendiam dan tidak pernah memberi tahu apa keinginannya adalah pilihan yang dia pilih. Sehingga tidak ingin pergi ke dunia luar dani rumah adalah tempat terbaik menurutnya, dari pada di luar tapi tidak di beri kepercayaan. Itu lah yang membuat dia tidak bisa berjalan dan lumpuh
Ada lagi seorang lainnya memiliki penyakit suka mencuri barang milik temannya. Padahal dia tergolong orang kaya. Semua kebutuhan akan di penuhi oleh kedua orang tuanya tanpa terkecuali. Tapi di kamarnya penuh dengan barang milik barang orang lain. Barang-barang itu hanya menjadi pajangan seolah piala prestasi yang ia dapatkan. Ternyata psikologinya bermasalah. Setelah di cari tahu. Dia memiliki saudara kembar yang penyakitan. Tentu orang tuanya lebih memperhatikan adiknya dari pada dia. Tapi hal itu lah yang  membuat dia ingin mencuri kebahagiaan orang lain, dengan cara memiliki barang kesukaan mereka. Dengan begitu dia merasa sudah memiliki kebahagiaan yang di rasakan orang lain juga.
Ironis juga saat kudengar Dr.Sarah pernah memiliki pasien yang tertidur selama 6 tahun tubuhnya menolak bangun. Berawal dari musibah yang menimpa dia dengan saudaranya yang merupakan keluarga satu-satunya yang dia miliki. Saat itu dia melihat kakaknya dibunuh di depan mata. Sehingga dia pingsan dan menolak bangun karena takut akan menerima kenyataan, bahwa dia akan menjalani hidup sendirian didunia ini.
Dan terakhir sebelum aku sibuk mengurusi pernikahanku, ku dapati berita bahwa pasien baru Dr. Sarah adalah seorang anak laki-laki berumur 17 tahun. Anak itu menjadi seorang psikopat yang telah melukai banyak orang disekitarnya. Dan ketika di introgasi polisi kenapa dia melakukannya? Dia jawab hanya untuk kesenangan semata. Belum diketahui penyebabnya apa tapi dari penjelasan Dr. Sarah kemungkinan besar dari apa yang dia lihat dulu sewaktu kecil, atau bisa jadi dari kenyataan yang pernah di alaminya.
Aku dan ibu pernah berkonsultasi dengan Dr. Sarah tentang dahsyatnya penyakit psikologi. Masih terngiang jawaban Dr. Sarah waktu itu "Penyakit psikologi sungguh lebih mematikan dari pada penyakit fisik yang terlihat. Penyakit fisik mungkin bisa diobati dengan berbagai macam cara. Mereka minum obat lalu istirahat beberapa hari, atau operasi bila emergency. Orang-orang bisa dengan gampang mendatangi rumah sakit yang memiliki peralatan lengkap. Jika tidak terlihat secara kasat mata bisa juga dilihat dengan menggunakan ronsen, untuk melihat penyakit apa yang ada di dalam tubuh manusia.
Tapi jika yang sakit adalah psikologinya, psikiater hanyalah media saja untuk bisa membuat mereka sembuh tapi prosesnya sungguh di luar logika. Sakit mereka tidak terlihat di mata. Tidak dapat di tebak apa yang mereka pendam, yang mereka tahu hanya kenyataan yang dialami. Yang mereka ingat adalah luka yang mereka biarkan menganga bertahun-tahun. Tanpa di sadari luka itu jadi bumerang untuk mereka dan orang-orang yang mencintai mereka. Tidak ada alat bagaimana bisa melihat luka itu, tidak ada resep nyata untuk bisa membuat luka itu berkurang. Kadang jika luka itu kembali di bicarakan kekhawatiran yang datang, karena takut akan menjadi pupuk dan air untuk ia berkembang lagi".
Mendengar itu ibu mengeluh pada aku dan Dr. Sarah "Andai dulu ibu dan ayah tidak seperti itu. Mungkin Flo sekarang tidak akan dikucilkan karena anggapan orang perawan tua. Tidak juga digosipkan karena dianggap menyukai sesama jenis. Mungkin sekarang sudah memiliki anak dan merasakan indahnya cinta yang fitrah. Tidak akan ada gudang luka yang dia simpan dan dia bawa kemana-mana. Andai waktu dapat ibu ulang. Ida... Andai waktu dapat ibu ulang. Akan ibu perbaiki semuanya. Tidak akan ibu sia-siakan Flo yang kecil dulu. Ibu janji jika waktu dapat diulang ibu tidak akan mementingkan egois ibu, dan tidak akan mudah emosi pada Flo yang lugu itu. Ibu janji…” sambil menangis ibu mengatakan itu pada kami. Tak tahan aku juga menangis mendengarnya. Ibu terus memikirkan kak Flo yang tak kunjung juga berubah. Ibu sangat menyesali semuanya. Berulang kali dia minta maaf pada kak Flo dan kata-kata itu sering diulangnya ketika menangis sendiri.
Melihat aku dan ibu menangis bersama di ruangannya, Dr. Sarah mencoba menenangi. Dengan menggenggam tanganku dan tangan ibu Dr. Sarah menyadari kami agar tidak berlarut lagi "Semua yang terjadi tidak dapat kita ubah. Seberapa besarpun penyesalan kita bahkan nyawapun taruhannya, tak akan pernah bisa kita kembali pada 1 detik yang sudah kita lewati. Masa lalu adalah yang paling jauh dari hidup kita. Bagaimanapun kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Orang bijak juga berpesan waktu seperti sungai, kita tidak bisa menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya, karena air yang telah mengalir akan terus berlalu dan tidak akan pernah kembali.
Ya untuk semua yang sudah kita lewati, jadikan pembelajaran yang indah, Sudah lah yang lalu biarlah berlalu jadikan ia harta berharga yang terus kita jaga untuk hari ini dan esok agar lebih baik. Sadarlah! Pintu hari kemarin sudah tertutup. Hari esok  belum tentu terbuka. Maka dari itu maafkan lah hari kemarin dan lepaskanlah ketakutan akan hari esok, karena kita dapat mengerjakan banyak hal untuk hari ini. Hiduplah untuk hari ini. Jangan biarkan masa lalu mengekang kita atau masa depan membuat bingung. Lakukanlah yang terbaik untuk hari ini. Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati, dengan ketulusan cinta yang tidak akan kita sesali. Redamkan setiap amarah kita hari ini. Pahamkan mereka yang tidak mengerti hari ini. Luruskan setiap permasalah hari ini. Sebisa mungkin sekeras yang kita bisa jangan goreskan luka pada orang-orang yang kita temui hari ini. Agar kisah yang kita temui di sini tidak pernah terjadi lagi .
Ku dengar kata-kata Dr. Sarah cukup meredakan luka di hati ibu. Sambil menghapus air matanya yang sesekali masih mengalir ibu tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat perjalanan pulang kami terhenti karena hujan. Sambil menunggu busway aku dan ibu berteduh di halte. Seperti biasa tanganku menyentuh air hujan itu, menadah ke langit. Membiarkan jari-jariku basah, sambil menghirup udara yang bercampur hujan. Teringat pertanyaan kak Flo dulu.
"Kalau setiap tetes air hujan yang berhasil kita tadah bisa mengabulkan doa, maka doa apa yang akan Ida panjatkan?" kenangku .
Sambil memejamkan mata aku meminta pada yang Maha membolak-balikan hati manusia "Allaah... Mudahkan kami untuk berdamai dengan rasa sakit dan masa lalu. Sembuhkan mereka yang pernah terlukan oleh masa lalu. Seperti bumi yang kering dan di selamatkan oleh RahmatMu".
***

Catatan kecil :

Terimakasih buat yang udah nyempatin baca, apalagi kalau meninggalkan komen.. Diharapkan kritik dan saran nya. 

Semoga yg baca suka dan mengerti,, hihihiii... Oiya.. Jika ada yg mau copy paste cerita ini tolong di sertakan nama penulis nya.. Juga nama link blog kami.. Terimakasih..


judul cerita : Tadahan Air Hujan
Penulis cerita : Ayana